Kesadaran
akan keragaman budaya di Indonesia sangat minim terutama saat generasi penerus bangsa mulai menyukai budaya asing. Hal ini
dikarenakan kurangnya kecintaan atas
budaya sendiri yang kini mulai terkikis oleh perkembangan zaman yang semakin
pesat. Indonesia memiliki kekayaan budaya yang
dapat menjadi daya tarik untuk dikembangkan dan dimanfaatkan sebagai
pesona negeri ini. Banyak yang dapat kita gali dan
kita serap sebagai pedoman berperilaku dari setiap aturan yang tidak tertulis
namun tersirat dalam budaya masyarakat Indonesia. Salah satu contoh budaya
masyarakat Indonesia adalah “gotong royong”.
Saat ini budaya gotong royong tidak lagi dipakai sebagai rasa
kebersamaan masyarakat, melainkan sebagai prinsip untuk menambang keuntungan sebuah kelompok tertentu seperti partai politik, ormas, atau mungkin
kepentingan pribadi atas kekuasaan berlapis sandiwara dan janji-janji manis berujung miris yang merupakan potret penjabat bangsa ini.
Budaya
merupakan identitas sebuah bangsa, tanpa budaya kita akan dipandang sama dengan
bangsa lain. Namun budaya yang masyarakat tampung saat ini adalah budaya rakus
kekuasaan oleh beberapa penjabat bangsa ini yang tidak mencerminkan sikap
Pancasila. Hal tersebut merupakan gambaran Indonesia yang sedang merajut sistem
demokrasi yang adil bagi segenap masyarakatnya, namun dengan pengaruh
perkembangan politik yang deras menerpa setiap kepercayaan masyarakat yang luntur akibat sikap yang tidak
terpandang dilakukan oleh beberapa petinggi-petinggi negara, oleh sebab itu politik yang
dipertontonkan akhir-akhir ini
dapat merusak moral generasi muda penerus bangsa Indonesia.
Budaya seharusnya dapat memberikan
sikap yang lebih baik dalam masyarakat, sehingga setiap pandangan yang
dituangkan dalam panggung politik Indonesia dapat kita saring dan kita pilah
sebagaimana kita dapat memutuskan kebijakan terbaik bagi setiap masalah yang
melanda bangsa kita ini. Banyak yang dapat kita ambil sebagai contoh dari beberapa
kasus yang semakin memperjelas benang merah permasalahan bangsa ini,
korupsi yang merajarela bukan karena kita tidak memiliki rasa persatuan namun
karena cerminan masyarakat yang tidak memiliki sikap Pancasila. Ditambah dengan
semakin mudahanya pejabat melakuakan setiap penyalahgunaan anggaran yang
seharusnya digunakan untuk memakmurkan masyarakat.
Kini dengan segenap persoalan yang bangsa ini hadapi,
seharusnya masyarakat
semakin mengeratkan persatuan untuk memerangi setiap
pelanggaran yang dilakukan oleh siapa saja yang dapat mencabik rasa
nasionalisme kita. Kita seharusnya bangga dengan apa yang bangsa ini miliki
sebagai daya pendobrak untuk meruntuhkan budaya korupsi yang telah menjamur
disetiap peristiwa yang dilakukan oleh pemangku-pemangku jabatan di Indonesia.
Wakil rakyat seharusnya mencari solusi untuk kemakmuran bangsa ini bukan
kualisi untuk beradu kepentingan, dari kaca mata masyarakat yang semakin lelah
mempertanyakan hasil dari janji-janji yang ditebarkan dan sumpah untuk
mensejahterakan rakyat. Kita seharusnya membuka mata untuk setiap keanehan yang menjadi ironi
bumi Pertiwi bukan sebaliknya membiarkan dan pasif dalam berpartisipasi saat
pengambilan keputusan bangsa Indonesia.
Indonesia adalah negara besar dengan
jumlah penduduk dan wilayah yang luas, oleh sebab itu dengan semakin banyak persoalan
yang dihadapi, para penjabat seharusnya membesarkan hati untuk menyingkirkan
ego dan mengedepankan kepentingan umum untuk memperoleh kebijakan yang dapat
mempersempit jumlah kemiskinan dan mendokrak pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Sejak kepemimpinan tertinggi bangsa ini berpindah tangan nilai rupiah semakin
anjlok dan semakin memperbesar jumlah hutang luar negeri kita. Masyarakat
dihadapkan kepada kenyataan bahwa lembaga hukum Indonesia yang seharusnya
membela kepentingan rakyat malah sebaliknya belum benar-benar bersih dari
korupsi, hal ini merupakan fenomena yang sudah ada sejak budaya bangsa ini disalahgunakan untuk lebih mengutamakan kepentingan kelompok daripada kepentingan bersama.
Budaya gotong royong digunakan untuk meraup uang rakyat yang seharusnya lebih
diperhatikan penggunaannya. Masyarakat hanya dapat mengelus dada dengan
kelakuan yang tidak dapat dipertanggung jawabkan. Dengan tangan kotor yang seenaknya mencuri hak rakyat, para koruptor mendapat hukuman lebih kecil
daripada pencuri sandal jepit yang seharusnya dapat diselesaikan secara
kekeluargaan.
Mafia hukum juga ikut bermain dalam
memperdaya besar hukuman bagi para koruptor, suap – menyuap menjadi langganan
pemberitaan publik atas kasus korupsi di Indonesia. Sudah menjadi rahasia umum
bahwa negara ini dipimpin oleh manusia-manusia yang tidak sepantasnya mendapat
kesempatan memimpin bangsa ini. Kini orang baik dapat menjadi buruk akibat budaya
korupsi yang tumbuh berakar dari atas hingga ke bawah. Anehnya perilaku ini dipertahankan akibat dukungan mafia hukum
yang juga bermain dibalik palu peradilan. Pengamalan Pancasila dalam setiap
kehidupan masyarakat seharusnya dapat dicontohkan oleh penjabat Indonesia dan dapat
menjadi figur yang dipercaya masyarakat.
Generasi
muda bangsa Indonesia kini menjadi harapan baru membangun demokrasi yang utuh
tanpa interfensi kelompok tertentu, sebagaimana kita dipersatukan dari berbagai
ras menjadi satu, oleh semboyan “Bhineka Tunggal Ika”. Hal ini menjadi beban
yang dapat kita pikul bersama saat mulai memperbaiki budaya asli Indonesia yang
telah luntur akibat ulah manusia yang tidak mencerminkan sikap Pancasila.
Generasi muda mulai dari sekarang harus ditempa dengan menanamkan sikap-sikap
Pancasila agar dapat menjadi acuan berperilaku yang baik saat telah menjadi
anggota masyarakat. Beberapa pandangan mengatakan bahwa infestasi panjang dari
sebuah bangsa adalah pendidikan, jika kita ingin menang melawan kemiskinan
anak-anak bangsa harus diberikan pendidikan yang baik dan mempuni agar kelak
bangsa ini dipimpin oleh anak-anak bangsa yang bermoral baik dan mengedepankan
kepentingan bersama didasari oleh sikap Pancasila. Sehingga apa yang
dicita-citakan Bung Karno dan para pejuang yang telah gugur dapat tercapai dan
dirasakan oleh seluruh masyarakat Indonesia. Hal ini karena kita merdeka,
merdeka dari kemiskinan, merdeka dalam memperoleh pendididkan, merdeka dalam
beragama dan merdeka atas hak dan kewajiban sebagai warga negara.